Friday, November 16, 2012

Kontrasnya Anyer

Sejuta cerita hadir dalam perjalanan kali ini. Menjejakkan kaki di hotel yang lama menggunakan sol elite sebagai nama depannya, dan sekarang Prestige Tbk menjadi tempat bernaungnya. Kondisi bangunan yang sudah tidak memperhitungkan detail, mungkin pengejaran profit sementara menjadi tujuan utama setelah pengambil alihan hotel ini sepertinya mengesampingkan perawatan untuk hal-hal yang detail. Cat yang hitam disana-sini,  plafond luar yang jatuh, rumput di beberapa area. Menjadi catatan kecil untuk hotel yang mematok angka diatas satu juta untuk tarif menginap semalam.
Beberapa tahun yang lalu saat ditugaskan untuk menginap di hotel ini, kondisi alam kurang memungkinkan. Dampak yang langsung dirasakan saat itu adalah pedagang bergegas naik ke pelataran hotel untuk mengamankan dagangannya memang tidak terlihat saat ini. Tapi pemandangan kontras yang jelas terlihat saat melihat pemandangan pedagang di pinggir pantai bersandar pada tembok angkuh hotel memberikan pemandangan lain.
Kesan private beach hilang sudah, hari sabtu minggu yang ada hanyalah pantai kotor penuh sampah, untungnya hari senin hampir semua pedagang tutup, pengunjung tidak ada sehingga sampah sabtu-minggu terbawa arus ke tengah laut dan pantai agak lebih bersih dari sebelumnya. Ironis memang, untuk mendapatkan pantai yang bersih sepertinya pedagang dan pengunjung harus hilang. Okey saya bukan orang yang begitu 'suci' dengan urusan sampah dan lingkungan hidup, tetapi siapa mau bayar 1,5 juta permalam hanya untuk bermain di pinggir pantai kotor ?
Glamournya kehidupan pantai a'la miami beach mungkin ditawarkan oleh penjual jasa Jetski, atau banana boat, bahkan dengan 1,5 juta rupiah kita ditawari untuk bisa snorkeling di pantai pulau Sanghyang yang sebelumnya tertutup untuk umum. Tetapi itu hanya saat weekend dan saat pengunjung ramai, diluar itu anda akan disuguhi getirnya hidup nelayan yang melaut menggunakan perahu dikayuh sampan. Tidak ada perahu melayan bermotor ? bukan tetapi untuk apa menggunakan mesin double karburator bertenaga 700cc saat sekali menebar jala hanya memperoleh satu baskom ikan ? tanpa bahan bakar setiap orang yang terlibat bisa mengumpulkan Rp. 3000,- (Baca : tiga ribu rupiah) bayangkan bila menggunakan motor tempel yang biasa digunakan untuk menarik banana boat.
kehidupan yang kontras, sepertinya hal tersebut yang dilihat selama perjalanan kali ini.
Beberapa gambar semoga berkenan
























No comments:

Post a Comment